Baca juga: Sepotong Roti dan Kenangan yang Menyertai (Bagian 2)
“Kenapa jadi aku yang disalahin?”
“Adam… Maaf, ya. Menurutku dalam hal ini emang kamu yang salah. Kamu udah berani main api.”
“Heh! Rani! Jangan asal ngomong, ya. Bukannya kamu yang dulu ngajarin aku? Kamu lupa?!”
Hening membius kedua pedagang keliling kompleks itu. Keduanya menundukkan kepala. Setelahnya Adam menerima roti terbungkus plastik yang isinya sudah hancur dari tangan Rani. Dia hanya bisa menyesali ucapan yang baru saja dilontarkannya pada perempuan muda seusianya yang terlihat menjauh sambil mendorong gerobak sayurnya.
Dia masih mematung di depan sebuah rumah dua lantai bercat putih yang terlihat megah dengan pintu cokelat berornamen keemasan. Pandangannya lekat ke arah pintu rumah itu. Dia hafal betul dengan tekstur kayu jati sebagai bagian utamanya. Bukan hanya sekali. Setidaknya seminggu tiga kali, pandangan tak pernah lepas dari setiap satu senti pun permukaan kayu itu.
Bukan itu saja. Dia juga tahu isi di dalam rumah dengan jendela-jendela kaca berukuran besar itu. Setidaknya seminggu ini telah tiga kali dia menjelajahi setiap sudut rumah mewah itu, termasuk sudut terkecil milik penghuninya.
Namun itu hanya tinggal kenangan saja. Sepotong roti menjadi saksi setiap mereka selesai melakukan rutinitas malam. Sepotong roti untuk malam ini, kini telah hancur. Namun tidak kenangan yang menyertainya.
Adam tersadar saat melihat Rani berbalik arah mendorong gerobaknya hendak keluar kompleks.
“Ran! Rani! Tunggu!”
Baca juga: Cerita tentang pedagang keliling kompleks lainnya
Rani tak mengindahkan teriakan Adam. Dia justru mempercepat langkahnya hingga suara roda gerobak beradu keras dengan aspal. Adam pun meninggalkan sepeda motornya begitu saja. Dia bergegas menyusul Rani lalu mencengkeram pundaknya.
“Rani… Tunggu, Ran!”
Adam berusaha mencegah Rani yang mencoba berontak. Sia-sia. Kekuatan Adam bukanlah tandingan Rani. Adam menghadang gerobak Rani, sehingga mau tidak mau, Rani pun berhenti.
“Ada apa, Ran? Ceritain ke aku apa yang terjadi pada Tante Noura, please?! Aku yakin kamu pasti tahu. Ayo, Ran! Ceritain!”
Adam melihat Rani mengembuskan napas panjang setelah benar-benar menghentikan gerobaknya. Dia pun akhirnya mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Rani dengan terbata-bata.
“Jadi, maksud kamu Tante Noura itu hanya seorang selingkuhan?”
Pandangan tajam mata Adam membuat Rani akhirnya menceritakan kenyataan sebenarnya.
“Bener, Dam. Sebenernya Tante Noura adalah selingkuhan Om Seno. Jauh sebelum dia memutuskan berselingkuh denganmu.
“Om… Se… No…?”
Adam hampir saja membiarkan Rani mengetahui kalau dirinya mengenal Om Seno dengan baik. Beruntung dia tak terlalu keras mengeluarkan suara. Dia yakin Rani tak mendengar ucapannya saat menyebut nama seorang lelaki yang telah menjadi pendengar cerita cintanya. Seorang lelaki yang semalam meminta sepotong roti yang sama dengan yang biasa dia berikan pada Noura setelah selesai memadu asmara.
Mendadak dunia Adam terasa gelap.
(Tamat)
0 Comments