Kepada
Ibu Penjual Hasil Laut yang Tak Pernah Cemberut,
Sebelumnya izinkan saya mengucapkan selamat siang untukmu. Bersamanya kutitipkan sebuah harapan, tentang penjualan hasil laut Ibu yang mengalami peningkatan, sehingga bisa bermanfaat bagi hidup dan kehidupan, kau dan keluarga dalam sebuah kehangatan.
Saya memutuskan menulis surat, setelah sekian lama menunggu sempat. Kau tak perlu tahu alasan saya menulis surat ini, Bu. Satu yang harus kau tahu adalah tawamu waktu itu, saat saya dan teman-temanku hendak menjelajah Lombok, pulauku. Tawa renyah yang mengingatkan saya pada sosok yang selama ini saya rindu, ibu saya.
Bu… Saya tahu tawamu tulus. Tak ada kepura-puraan menyertainya. Terbukti meskipun saat itu sedang sepi pembeli, kau masih saja tertawa. Teruslah tertawa! Seperti yang saat ini saya tatap dari jepretan diam-diam sebuah kamera. Dengan begitu, saya akan bisa tahu kau dan kehidupanmu baik-baik saja.
Bu… Sadarkah kau, bahwa waktu itu saya diam-diam tersenyum memerhatikanmu? Ah! Kau pasti tak tahu. Sebab apa saya tersenyum? Iya. Saya bahagia atas kebahagiaanmu melayani seorang pembeli. Kesabaran sejati milik seorang perempuan luar biasa, berjuang demi keluarga. Sama seperti ibu saya. Itu alasan saya yang pertama.
Bu… Alasan kedua saya menuliskan surat ini adalah saya ingin mengabarkan rasa cinta yang hadir sebagai sebuah tanda tawa. Tawamu melahirkan cinta di hati saya. Cinta yang akan saya jaga sebagai sebuah prasasti ingatan, bahwa sejatinya perempuan bukanlah sosok yang lemah dan menyerah pada apa yang dicintainya. Dari itu saya belajar tentang bagaimana tetap bertahan. Cinta yang mengajarkan saya untuk lebih kuat dengan komitmen pada pekerjaan.
Dari tawamu, saya tahu, bahwa untuk bisa bertahan harus menjalani pekerjaan menjadi sebuah hal yang menyenangkan. Bukan begitu, Bu?
Bu… Terima kasih saya ucapkan. Atas cinta pada pekerjaan yang kauajarkan lewat tawa. Atas kekuatan bertahan pada apa pun kesulitan selama menjalani pekerjaan. Saya menghargai itu. Dan, akan tetap ingat untuk melakukan pekerjaan sebaik-baiknya, sepenuh cinta.
Sekali lagi terima kasih untuk cinta yang kautitipkan lewat tanda tawa.
Dari saya yang belajar cinta pada pekerjaan darimu,
– mo –
Kita dpt belajar bgmn mencintai pekerjaan pada mereka ya.
Benar. Mereka salah satu sumber belajar untuk mencintai pekerjaan.