⌣·̵̭̌✽̤̥̈̊·̵̭̌⌣
Aku. Aku bukan siapa-siapa dan juga bukan apa-apa. Tetapi setidaknya melalui deretan kata, aku bisa menjadi siapa dan apa aku. Ya…deretan kata telah membuatku mengerti tentang siapa aku, bahwa aku adalah seseorang yang ternyata suka merangkai kata untuk bisa memberikan dan menemukan makna pada tiap aksara. Deretan kata pula yang telah membuatku memahami apa aku, bahwa aku adalah sesuatu yang ingin meninggalkan jejak saat tidak ada lagi kata yang bisa kurangkai. Saat banyak kata maupun tidak ada kata yang bisa dirangkai, aku menginginkan surga.
Surga. Surga selalu identik dengan keindahan. Keindahan itu pun relatif, tergantung bagaimana mengartikannya. Bagi penulis, termasuk yang menganggap dirinya penulis, surga pastinya adalah tempat terindah untuk menulis. Siapa yang tidak ingin masuk surga? Siapapun pastinya ingin, termasuk aku. Aku mungkin hanya segelintir orang yang menganggap diri seorang penulis. Tidak salah juga kan? Toh, pada dasarnya semua orang yang bisa menulis adalah penulis. Aku pun salah satunya. Bagiku, apapun yang aku tulis dalam tulisan itu hanya ada aku dan surga kecilku.
Aku dan surga kecilku. Berawal dari hasrat untuk menyalurkan rasa sukaku akan menulis, aku menemukan surga kecilku saat aku melihat linimasa di akun Twitter-ku. Sekilas. Ya…hanya sekilas dan tidak punya keinginan untuk masuk ke dalamnya.
“Aku kan bukan penulis,”pikirku kala itu.
Tanpa aku sadari justru yang sekilas itu ternyata yang membekas. Aku pun mulai berkelana di dunia maya untuk mencari dimana surga kecilku berada. Walhasil, aku pun segera menjejak menuju surga kecilku. Pertama kali aku sampai di gerbangnya, aku ragu. Aku menatap deretan kata dalam beribu cerita terangkai dengan indahnya. Aku terpana di depan gerbangnya. Tanpa kata, apalagi sebuah cerita.
“Aku pasti takkan mampu merangkai kata menjadi sebuah cerita seindah itu,” bisikku dalam hati.
Kesadaran bahwa tanpa mencoba kita tidak akan pernah tahu kita mampu atau tidak, membuatku bertekad untuk bisa melewati gerbang keraguan itu. Dan, setelah hampir sebulan sejak aku menemukan pintu gerbang itu, tepatnya tanggal 13 Mei 2011, aku mulai mencoba merangkai kata. Dan, perhatianku tertuju pada 111 Kata. Kenapa 111 Kata? Aku juga tidak tahu, yang aku tahu bahwa 111 kata itu adalah sebuah tantangan. Tantangan untuk bisa memanfaatkan setiap kata secara efektif agar pesan bisa sampai pada penikmat cerita dengan baik.
Aku pun mulai mencoba merangkai cerita sesuai dengan tema yang diberikan setiap harinya dan variasi tantangannya. Tema yang berbeda tiap harinya membantuku untuk menggali ide-ide yang tersembunyi dalam pikiranku. Dan, itu membuatku bisa konsisten dan produktif dalam menulis. Tema pertama yang mengusik benakku adalah “Denah”. Ide yang berseliweran dalam pikiran segera aku tangkap dan memenjarakannya dalam sebuah tulisan yang berjudul “Denah Tanpa Arah”.
Rasaku seakan membuncah, saat tulisan pertamaku menghias dinding surga kecil itu. Dalam debaran aku menunggu jejak kata yang tertinggal di sana. Nihil. Kecewa? Pastinya. Tetapi nihil bukan berarti menyerah. Aku justru semakin terpacu untuk belajar menulis lebih baik sesuai koridor penulisan dalam surga kecil itu. Akhirnya, aku bisa melihat dan membaca sekitar dua puluh tulisanku di dinding surga kecil untuk menulis itu.
Oya, tahukah kamu apa surga kecil untuk menulis itu? Surga kecil untuk menulis itu adalah @jejakubikel.
⌣»̶·̵̭̌·̵̭̌✽̤̈♡̬̩̃̊_m.om.o_D.M_♡̬̩̃̊✽̤̈·̵̭̌·̵̭̌«̶⌣