Aku maunya kamu. Titik.
Tak berlebihan. Kamu pantas mendapatkannya. Kamu yang telah memantik api asmara yang meredup dan hampir padam. Meletupkan kembali kisah lama yang hampir saja tak bernyawa. Kamu hadir saat aku sudah tak ada lagi harapan untuk memuja. Bahkan tak ada lagi asa untuk membina sebuah kebersamaan. Terima kasih, kamu.
Aku maunya kamu. Titik.
Kamu yang selalu tersenyum manis, sejak pertemuan kita seminggu yang lalu. Kamu yang selalu ceria menghiasi hari-hariku. Ah! Kehadiranmu telah menciptakan pelangi selepas hujanku yang bertubi-tubi. Kamu telah menjadi jawaban atas pertanyaan yang selama ini dilontarkan padaku. Aku telah siap, tinggal menunggu waktu yang tepat. Sampai hubungan kita benar-benar bukan lagi sekadar senang-senang.
Aku maunya kamu. Titik.
Salahkah aku? Tentu tidak. Tidak ada kata salah dalam mencintai. Kamu telah datang membawa hatiku yang telah rusak dengan keceriaanmu. Kamu yang selalu mengajarkan aku, bahwa ada satu sisi dalam diriku yang harus tetap bersinar. Begitu caramu mengembalikan duniaku. Duniaku yang tenggelam oleh masa lalu. Ah! Kamu.
Aku maunya kamu. Titik.
Aku tak peduli, walau kita hanya bisa bertemu seminggu sekali sejak kamu bilang iya. Bersamamu aku mulai belajar, bahwa wanita hadir untuk dimengerti, bukan untuk disakiti. Terima kasih, kamu. Aku berjanji akan menjagamu. Sekarang dan sampai nanti.
Aku maunya kamu. Titik.
Meskipun aku harus menunggumu, sampai kamu cukup umur untuk aku bisa menikahimu.