[Berani Cerita #10] ~ Ayah, Izinkan Aku Pergi

Ayah Liza keluar dari ruang kerjanya sambil mengacungkan sepucuk surat.

“Liza,” katanya, “aku sedang mencarimu; masuklah ke ruang kerjaku.”

Liza mengikuti ayahnya memasuki ruang kerja, dan ia menduga bahwa apa yang akan disampaikan oleh ayahnya tentu berhubungan dengan surat yang dipegangnya.

Mereka duduk berdua saling berhadapan. Liza menyusun kata-kata dalam kepalanya untuk memberikan penjelasan yang tepat.

“Maafin Liza, Yah.”

“Tapi enggak begini juga caranya, Liz. Kita bisa omongin baik-baik.”

Liza terdiam. Sesekali dia melihat ayahnya menatap kosong langit-langit ruang kerjanya. Liza tahu ini tidak mudah bagi ayahnya dan juga dirinya. Tapi, keputusannya sudah bulat.

“Coba pikirin lagi keputusanmu. Kamu yakin mau resign dari kantor Ayah?”

Liza tidak segera menjawab pertanyaan Ayahnya. Dia sibuk memainkan ujung blazer kerjanya.

“Iya, Yah.”

Ruang kerja bercat biru muda itu mendadak hening. Sesekali terdengar suara pulpen yang diketuk-ketukkan pelan di atas meja.

“Kamu sebenarnya ada masalah apa, sampai tiba-tiba berniat mengundurkan diri?”

“Enggak ada masalah apa-apa, Yah,” jawab Liza berbohong.

Ruangan kembali sepi. Hanya terdengar suara deru AC yang mengeluarkan hawa dingin.

“Kamu enggak mikirin perasaan Ayah. Setelah Ibu kamu pergi ninggalin Ayah, lalu kamu akan ninggalin Ayah juga?”

Liza tertunduk.

“Siapa lelaki itu, Liz? Siapa?!”

Kali ini Ayah Liza berbicara dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya. Liza sedikit tersentak.

“Apa kompetitor Ayah yang setiap malam Minggu datang ke rumah itu? Hah?! Hah?!”

Liza kembali terdiam. Dia tidak berani menatap sorot mata ayahnya. Dia tahu, saat ini kondisinya tidak semudah yang dia bayangkan sebelumnya.

“Begini caramu membalas kebaikan Ayah selama ini? Atau emang kamu sengaja membalaskan sakit hati ibumu? Jawab, Liz! Jawab!”

“Liza enggak mungkin kayak gitu, Yah. Bagaimanapun juga, Ayah adalah ayahku. Liza enggak mungkin ngelupain semua kebaikan dan kasih sayang Ayah.”

“Bukan itu, Liz. Tapi … Tapi … . Arghh!”

Liza memahami maksud perkataan ayahnya. Ayah Liza sedang memikirkan titipan yang telah diberikannya pada Liza.

“Aku akan menjaga titipan itu, Yah. Enggak usah khawatir.”

Kesepakatan pun akhirnya tercapai. Ayah Liza menandatangani surat pengunduran dirinya.

“Maafin Ayah, Liz,” kata Ayah Liza parau.

“Maafin Liza juga, Yah. Mungkin ini emang yang terbaik untuk kita.”

Setelah mencium tangan, Liza pamit pada ayahnya. Liza melangkah perlahan meninggalkan ruang kerja penuh kenangan indah itu.

Liza kini bisa merasakan sakit hati yang sama dengan ibunya yang memilih pergi karena mengetahui ayahnya selingkuh dengan perempuan lain. Sekarang dia kena batunya saat mengetahui ayahnya telah berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri.

Dengan bekal uang tabungan dan pesangon dari ayahnya, Liza bertekad untuk berjuang sendiri menjaga titipan ayahnya. Liza melangkah mantap keluar sambil mengusap perutnya.

***

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *