“Kejar!”
Suara orang-orang kampung terdengar riuh memecah malam. Mereka bergerak cepat menuju ke rumahku.
“Tangkap!”
Suara-suara terus bersahutan. Tak ada tanda-tanda mereka akan menyerah. Sepertinya malam ini akan menjadi malam terakhir bagiku. Aku harus segera menemukan tempat persembunyian.
“Bakar! Bakar!”
Massa semakin beringas saat mendekati gerbang rumahku. Dengan gesit aku masih terus berlari menuju tempat perlindungan yang aman. Aku tidak ingin mereka menemukanku. Ini bukan murni kesalahanku, tapi ibuku. Sekarang aku yang harus bertanggung jawab atas hal yang sebenarnya tak pernah kuinginkan.
“Jangan sampai lepas!”
Teriakan kasar disertai sumpah serapah terus terdengar. Aku semakin kalut belum bisa menemukan tempat persembunyian. Beruntung malam sangat gelap karena mati listrik. Hanya nyala lampu senter dan obor yang sesekali berkilatan.
Detak jantungku semakin tak menentu saat mereka hampir tiba di rumahku. Entah apa yang menyebabkan kesialan terjadi padaku malam ini. Dalam kekalutan aku masih ingat tentang Rani, anakku. Dia sedang memotong kukunya saat aku meninggalkannya tadi. Aku hanya berharap dia baik-baik saja.
“Saidah! Keluar kamu!”
Suara penduduk semakin keras bersahut-sahutan. Sumpah serapah keluar dari mulut mereka.
Aku mendengar suara mereka dari sumur di belakang rumah. Aku yakin mereka tidak akan bisa menemukanku yang bersembunyi di lubang yang memang sudah kusiapkan. Aku aman. Mendadak aku khawatir dengan nasib Rani. Tapi, aku telah melakukan sesuatu sebaik-baiknya pada Rani untuk sekadar berjaga-jaga.
“Ibu tidak ada di rumah!”
Kudengar suara Rani memekik ketakutan. Sementara penduduk masih juga berteriak marah.
“Jangan bohong! Atau kami bakar rumah ini!”
“Jangan! Ibu tidak bersalah!”
“Diam kamu, Rani! Ibumu telah lama mengganggu ketenangan penduduk desa. Saidah! Keluar kamu!”
“Tidak mungkin! Ibu tidak mungkin seperti itu! Dia orang baik!”
Dari tempatku bersembunyi, suara-suara itu terus terdengar bersahutan. Adu argumen berjalan alot. Tak ada yang mau mengalah. Warga desa sudah bertekad bulat menangkapku. Sementara Rani, dia berusaha keras membelaku.
Detak jantungku semakin tidak beraturan. Disulut kemarahan, warga desa mulai melempar obor ke rumah yang berdiri di dekat persawahan itu. Perlahan api menjalar ke setiap sudut rumah. Dalam sekejap rumah bambu itu habis terbakar menjadi abu.
Rani masih menangis histeris meratapi rumah yang terbakar. Sorak-sorai warga desa membahana memecah malam yang beranjak dini hari.
Puing-puing bambu teronggok meninggalkan asap tebal yang membubung ke angkasa. Tak ada lagi sorak-sorai, pun suara tangisan Rani.
Setelah merasa aman, aku keluar dari persembunyian. Dengan susah payah, aku berhasil membuka tutup bong di bibir sumur. Air memancar keluar. Kubasuh seluruh tubuhku sebelum azan Subuh terdengar. Sebab bisa saja semuanya akan terlambat.
Aku berhasil. Tubuhku kembali ke wujud semula, bukan lagi seekor kucing hitam. Dengan pakaian yang kusembunyikan, aku berlari ke depan. Tujuanku hanya satu, menemui Rani dan menyelamatkannya. Kulihat tubuh Rani tergeletak pingsan. Kugendong menuju tempat yang aman. Tempat baru yang lebih aman bagi selaq, seperti aku dan Rani yang sudah kulangkahi tubuhnya sebelum aku pergi tadi.
~ mo ~
Keterangan:
– Bong (Sasak): Tempat orang mengambil wudhu
– Selaq (sasak: e dibaca seperti ‘setan’): manusia jadi-jadian yang suka memakan ari-ari bayi yang baru lahir.
Mistis bgt.
Makasih, Power Ranger. :p
Mungkin karena promptnya berupa kucing, sambil membaca saya ikut menebak-nebak akan diapakan kucingnya. Dan ternyata tepat dugaan saya, dia berubah wujud jadi kucing. hehe
btw, koreksi sedikit mas.
1. tekad, bukan tekat
2. alot, bukan a lot.
Terima kasih
Begitu tahu prompt-nya langsung kepikiran urban legend di Lombok. Jadi, ya begini jadinya. Btw, makasih koreksinya, Pak Guru. *menjura* 🙂
jadi Rani dan ibunya itu….^^?
Ya begitulah kira-kira. 🙂
…….. << bukan komen cuma numpang melongo
Suapin ayam taliwang. 😀
uhuk, saya mau juga *ikut2nganga 😀
masih bertanya-tanya nih….kesalahan saidah alias kucing hitam ini apaan?
Jadi, selaq kalau di Lombok itu suka mengganggu ketentraman penduduk karena suka mengambil ari-ari bayi. Maaf kalau belum tergambar jelas. Nanti diedit lagi. Terima kasih. 🙂
sipp… 🙂
Di daerah mana ya istilah2 ini? Keren, walo gak jelas apa yg dilakuin sang ibu, ampe harus mrk yg nanggung semua.. 😉
Urban legend di Lombok. Lupa kalau yang baca bukan orang Lombok aja. Maafkeun. Hehehe. Btw, thanks kunjungannya. *menjura*
Oh ini cerita tentang kucing jadi2an ya
Iya mas. mungkin perlu ditambahkan asala masalahnya, hehe 🙂
Oke! Entar diedit lagi. Btw, thanks ya. 🙂
ceritanya bagus, meskipun bisa ditebak endingnya. tapi penyampaiannya oke 🙂
Makasih, Miss. 🙂
jadi tau urban legend di Lombok nih, kereeeen 😉
Halah. Apanya yang keren cobak? Btw, makasih, lho, Rin. 🙂