
“Masak pacaran bertahun-tahun kayak gini-gini aja!”
Itu garis besar dari curhatan dari seseorang beberapa hari yang lalu. Mungkin kalian bertanya-tanya, “Emang apa istimewanya?” Tidak ada yang istimewa memang. Biasa saja. Maksudnya hal itu sudah seringkali dialami orang, sehingga kesannya biasa saja. Namun yakinlah kalau kasus cinta kali ini berbeda dari biasanya.
Begini kasus cinta yang dialaminya.
“Males dah pokoknya!”
Begitu ia, sebut saja Mawar, membuka ceritanya. Awalnya ia ragu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang saya ajukan. Padahal pertanyaan saya sederhana saja.
“Kamu beneran cinta dia enggak?”
Ia tak lekas menjawab. Kepalanya justru menunduk semakin dalam. Sesekali terdengar embusan napas panjang. Saya tahu dia sedang berusaha menenangkan kegaduhan di dadanya. Saya pun membiarkannya tetap seperti itu. Hingga akhirnya ia meletakkan kedua tangan di atas meja. Tangan kiri membentuk garis lurus dengan pinggir meja kayu. Sementara tangan kanannya digunakan untuk menyangga kepalanya yang ditutup jilbab warna merah muda. Saya memperhatikan detail pada raut mukanya. Datar. Hanya sesekali bibir tipisnya bergerak-gerak.
Tak lama kemudian, ia mengakhiri pose menyangga kepala. Kedua tangannya dilipat di atas meja. Tepat di depan saya, kedua bola matanya yang bundar menatap saya. Saya pun membalas dengan berusaha memahami isi hatinya. Dari sorot matanya saya tahu kalau ia sedang menanggung beban yang tidak ringan. Bagaimanapun juga, saya tidak akan memaksanya untuk bercerita. Saya hanyalah pendengar yang siap memberikan masukan saat ia meminta.
Hingga waktu menunjukkan pukul 10.00 Wita. Itu berarti terhitung sudah hampir satu jam sejak ia duduk di hadapan saya. Ia sepertinya memahami tentang waktu saya. Ia pun membuka suara.
“Selama kurang lebih sembilan tahun ini saya pacaran, Kak.”
Ia tidak segera melanjutkan kata-katanya. Terdengar suara meja diketuk-ketuk dengan ujung jari. Bukan saya. Sebab saya menyandarkan tubuh di kursi dan melipat tangan di dada. Ketukan ujung jari pun berhenti.
“Bayangin, Kak. Selama itu ia enggak pernah bisa kayak cowoknya temen-temen saya yang lain. Enggak pernah nganterin ke sekolah atau kampus. Kalaupun nganterin, jarang banget. Yang saya heran nih ya, Kak. Dia itu kayaknya enggak mau ditahu kalau dia pacaran sama saya. Padahal selama ini saya enggak pernah kayak gitu. Setiap ada cowok yang nanya, pasti saya jawab udah punya. Emang kenyataannya kayak gitu, kan?”
Saya hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar setiap ceritanya. Inti permasalahan yang dihadapinya saya sudah bisa menemukan. Namun ternyata tidak hanya sampai di situ saja. Saya agak terkejut ketika ia melanjutkan ceritanya.
“Saat ini sebenernya ada cowok lain yang berusaha ngedeketin aku, Kak. Cakep, kaya, dan bisa ngerti apa mau saya. Diam-diam saya sering keluar bareng dia. Tentu tanpa sepengetahuan pacar saya yang nyebelin itu. Cowok ini perhatian banget tahu, Kak. Pokoknya perfect, deh! Pacar saya sih enggak tahu kalau saya sering keluar sekadar hang out sama dia. Ya… Secara dia kan satu geng sama geng kampus saya. Jadinya enggak kentara. Tahunya saya pergi sama geng kampus saya.”
“Menarik!” batin saya. Namun saya tidak berusaha menyelanya. Saya membiarkannya untuk terus menceritakan kasus cinta yang dihadapinya.
“Karena cowok itu bisa ngasih yang selama ini enggak saya dapetin dari pacar saya. Bayangin aja, Kak. Dia itu sering banget ngajakin refreshing, suka ngasih kejutan-kejutan juga. Simpel, sih. Tapi… Gimana, ya? Seru aja. Kayak orang pacaran beneran gitu.”
Sampai di sini ada pertanyaan yang saya simpan dalam hati, “Berarti selama ini Mawar cuma pacar-pacaran aja? Hmm…”
“Seru deh pokoknya. Atas dorongan beberapa temen, saya sebenernya ingin jadiin dia pacar, Kak. Tapi…”
Ia berhenti sampai di situ saja. Untuk sementara. Saya melihatnya mengangkat kepala. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
“Tapi ya gitu, deh. Saat saya mau mencoba lebih deket sama dia, eh… pacar saya berubah. Dia jadi lebih pengertian. Bahkan pada hal-hal sederhana. Sekadar nanya udah makan, lagi di mana, dan sebagainya. Selain itu, dia juga lebih rajin main ke rumah. Nah! Gimana coba, Kak?”
Setelah menyimak semua ceritanya, saya menjadi tahu kasus cinta yang sedang dihadapinya. Hingga akhirnya saya hanya mengatakan, “Kalau emang kamu masih cinta sama pacarmu, ya pertahankan!” Lebih lanjut saya memberitahu satu rahasia cowok padanya, bahwa cowok kalau benar-benar cinta akan berusaha merebut kembali perhatian yang hampir hilang dari dirinya. Mawar pun akhirnya mengerti, bahwa ia harus mempertahankan cinta yang telah dirawatnya selama ini.
Selamat berbahagia (kembali), Mawar!
– mo –
Semoga happy ending mawar 😀
Aamiin. Semoga, ya. 🙂