[BILIK CURHAT] ~ Ketika Cinta Harus Memilih

DP BBM
DP BBM

“Pilih yang mana coba, Mas?!”

Waduh!
Sepagi ini sudah dibom dengan pertanyaan tentang pilihan. Saya yakin bukan dia saja yang dibingungkan oleh pilihan. Pembaca di mana saja berada pasti juga pernah mengalami hal yang sama. Ada kalanya, beberapa orang meminta pendapat ke orang lain. Bisa saja keluarga atau teman dekat. Sah-sah saja, kan? Setidaknya itu menjadi langkah awal sebelum memasrahkan segalanya kepada Sang Maha Penentu Pilihan.

Dari curhat bisa diperoleh masukan-masukan. Namanya juga masukan, kan? Diambil, silakan. Dicuekin ya monggo saja, to? Tak terkecuali pada kasus cinta yang sedang dialami oleh seorang sahabat saya pagi ini. Berkali-kali dikasih masukan, tapi entahlah. Kayaknya sih dia tutup telinga selama ini. Dan akhirnya, dia kembali untuk menceritakan hal yang sama! Beruntung saya seorang pendengar yang baik. Jadi, ya… Begitulah. Untuk kesekian kalinya saya pun mendengarkannya. Rasa-rasanya sampai hafal setiap kata dan kalimatnya.

Begini kasus cinta yang dialaminya.

Sahabat saya ini, panggil saja Jaka, tiba-tiba saja menceritakan kembali kasus cinta yang dihadapinya di sela-sela obrolan tentang sekolah. Dari awal ia bercerita, saya sudah tahu arah pembicaraannya. Bagaimana tidak? Itu-itu saja yang diceritakannya. Untungnya kali ini subjeknya berbeda.

Setelah meletakkan secangkir kopi hitam yang baru disesapnya, Jaka pun mulai membuka suara.

“Gini, Mas. Saya temenan sama cewek. Biasa aja sih wajahnya, tapi dia udah kerja. Sejak kenal sih, Bapak dukung saya untuk nikah sama dia. Tapi…”

Cowok berusia 25 tahun dengan badan tegap itu diam sejenak. Ia mengambil handphone di saku celananya. Sepertinya ada SMS dari seseorang. Benar saja adanya.

“Ada yang ngajakin ketemuan nih, Mas. Temen facebook. Gimana, Mas?”

Saya tidak menjawab panjang lebar. Hanya satu kalimat saja, “Situ mau enggak?”

Raut wajahnya berubah datar. Saya memahaminya sebagai sebuah keraguan. Hanya sesaat saja berlangsung. Setelahnya ia melanjutkan ceritanya.

“Maulah. Lebih cantik sih yang ini. Tapi dia masih SMA. Dia juga gampang banget diajakin seneng-seneng.”

Saya pun tak tahan untuk berkomentar, “Jaka… Jadi cewek yang macem apa kamu cari? Yang siap jadi istri atau cuma seneng-seneng doang?”

Jaka menarik napas sampai akhirnya berkata, “Mau sih cari yang siap jadi istri, Mas.”

“Ya berarti pilih yang mapan,” kataku singkat.

“Tapi… Saya masih pengin seneng-seneng juga, sih.”

Hadeuh!

Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Sejenak kemudian saya pun memberikan saran sederhana.

“Gini aja. Simpel aja, kok. Bandingin lalu tentuin. Intinya hidup itu bukan untuk hari ini aja, tapi juga masa depan. Itu yang harus situ ingat.”

Jaka menganggukkan kepala.

Begitu kurang lebih kasus cinta Jaka. Saya sengaja memberikan waktu padanya untuk menentukan pilihannya sendiri. Bagimanapun juga hidupnya ke depan tergantung pada pilihannya sendiri saat ini. Mudahan dia bisa segera menentukan pilihan terbaiknya.

Semangat berjuang, Jaka!

– mo –

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *