Cerita Esok Hari

“Arion…! Lari…! Tinggalkan aku! Selamatkan dirimu!”

Aku tak mengindahkan suara teriakan seorang perempuan itu. Aku masih sibuk mencari cara menyelamatkannya dari kepungan api. Api semakin berkobar dan menjilat-jilat hampir seluruh bagian dapur bangunan vila kecil di Puncak itu.

“Aku harus menyelamatkannya!”

“Krek!”

Bunyi kayu terbakar semakin keras terdengar. Malam semakin larut dan mencekam. Kepanikan jelas terlihat di sekitar vila itu. Beberapa warga berusaha membantu memadamkan api. Asap membubung dan memenuhi hampir seluruh ruangan vila itu.

Tiba-tiba aku terkulai lemas karena kekurangan oksigen di dekat pintu menuju dapur. Tak sadarkan diri.

Aku tersadar saat merasakan perih di punggungku. Luka bakar. Kulihat sekeliling tak ada siapa pun.

“Aku dimana?”

Ternyata aku di rumah sakit.

“Mana Nyonya Astari?”

Hening menyergapku. Rasa bersalah tiba-tiba hinggap. Aku bingung entah penjelasan apa yang harus kusampaikan pada Tuan Antonio, dan Nindy. Sementara kepergianku dan Nyonya Astari itu tanpa sepengetahuan mereka berdua. Dan, ini atas keinginan nyonya Astari sebagai menggaet klien kelas kakap untuk menyelamatkan Soriano Trattoria yang hampir kolaps.

Setelah kejadian malam itu, semua sia-sia. Nyonya Astari meninggal saat aku lengah menjaganya dan Soriano Trattoria jatuh ke tangan Alberto, saingan bisnis Tuan Antonio.

‘Ah!’

Aku menghela napas dalam-dalam. Kejadian buruk itu begitu membekas di benakku. Masa lalu yang akhirnya membuatku bertekad untuk bisa membahagiakan keluarga Tuan Antonio. Setidaknya dengan begitu aku bisa menebus rasa bersalahku. Dan, setelah kejadian barusan di kamar Tuan Antonio, tekadku untuk bisa merebut kembali Soriano Trattoria semakin bulat, dengan atau tanpa sepengetahuan Tuan Antonio dan Nindy. Entah dengan cara apa.

Suara raungan Tuan Antonio sudah tak terdengar lagi. Suasana berangsur-angsur kembali seperti semula. Tenang. Ada gejolak tak menentu saat satu kata keluar dari mulut orang yang selama ini sudah aku anggap sebagai ayahku sendiri. Pembunuh.

Tubuh lelahku perlahan menemukan titik ternyamannya.

“Biarlah hari esok yang akan menentukan jalan ceritanya sendiri.”

Aku pun terlelap.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *