Selalu ada makna dalam sebuah tradisi keluarga
Sangat tepat untuk menggambarkan tradisi keluarga di Lombok yang satu ini. Mungkin di daerah lain juga ada. Namun, di pulau indah yang dijuluki ‘Pulau Seribu Masjid’ ini, tradisi dimaksud lebih kental nuansa islaminya. Tak terkecuali di kota Mataram yang juga didiami oleh masyarakat suku Sasak. Tradisi ini dikenal dengan nama ‘ngurisan‘.
Ngurisan berasal dari kata kuris (potong rambut), merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Sasak bagi bayi berusia di bawah enam bulan. Tradisi ini biasanya dilakukan bertepatan dengan perayaan hari besar umat Islam. Baik itu saat hari raya Idulfitri dan Iduladha maupun hari besar lainnya. Tradisi ini seringkali juga dilaksanakan pada saat perayaan Lebaran Topat yang dipusatkan di Makam Loang Baloq. Namun seringkali tradisi yang bertujuan mendoakan agar bayi menjadi insan bertakwa ini dilakukan pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Kenyataannya saat ini, ngurisan juga dilakukan pada hari-hari biasa. Seperti halnya yang dilakukan oleh Zuhri Ramdani. Ia melakukan ini karena kelahiran puterinya, Nada Nadira Tafana, tidak bertepatan dengan perayaan hari besar Islam dan dilaksanakan di rumah.
“Tidak masalah juga. Yang penting adalah doa dari sanak keluarga dan juga tetangga serta bukti syukur pada-Nya.”
Demikian pengakuan ayah muda yang berprofesi sebagai perawat ini. Menurutnya, tidak masalah kapan dan di mana pun dilakukan. Yang paling penting adalah niat baik dan doa-doa yang menyertai setiap terpotongnya rambut puterinya.Secara umum, meskipun tidak dilakukan pada saat perayaan hari besar, tetapi prosesinya tidak jauh berbeda. Diawali dengan pembacaan barzanji kemudian dilanjutkan dengan selaqaran. Tahap selanjutnya adalah proses pemotongan rambut. Dalam tahap ini, ayah bayi bertugas menggendong didampingi seorang kerabat yang membawakan nampan berisi gunting dan air bunga. Didahului oleh ulama yang memotong rambutnya, dilanjutkan ulama lainnya. Dilanjutkan berkeliling hingga semua yang hadir mendapat giliran untuk memotong atau sekadar memberikan doa lewat air bunga yang ditempelkan di kepala.
Setelah semua memperoleh giliran, acara pun selesai. Beberapa keluarga yang menyelenggarakan menyiapkan makanan berupa prasmanan. Namun seringkali demi kepraktisan, banyak keluarga lain yang sekadar memberikan nasi kotak atau model cetingan (tempat nasi dari plastik yang dilengkapi lauk pauk) sebagai tanda berbagi bentuk syukur pada pemberi hidup bayi.
– mo –
Wah ternyata soal tradisi yg dilakukan atas kelahiran seorang bayi beragam nama namun bentuknya mirip-mirip. Ysng saya tahu di beberapa daerah di Jawa Barat dan Banten pun ada tradisi seperrti itu, selamatan untuk sang bayi.
Wuidih! Benar-benar ya nusantara ini beragam budayanya. Banyak hal yang perlu kita tahu. Ayo ditulis di blog, Bu Astuti! Nambah pengetahuan untuk kita semua 😁
Iya rupanya budaya tanah air ada kemiripan ya terutama yang bernuansa Islami. Di tempat saya prosesnya juga seperti yang diceritakan. Dilakukan tdk khusus di hari besar. Hari biasa juga boleh. Pada umumnya ketika bayi sda berusia 40 hari. Ada juga acara nosombe bulua alias menggunting rambut ini dilaksanakan ketika bayi baru berusia satu Minggu. (PALU Sulawesi Tengah)