Sepertinya aku harus segera berangkat. Hari Minggu pukul 10.00. Waktu yang telah disepakati. Tanpa beban aku melangkah, meskipun agak tertatih dalam ragu. Apakah yang kulakukan ini sudah benar? Kenapa aku memutuskan ini?
Pagi di sebuah taman.
Aku duduk di bangku di bawah sebatang pohon rindang. Mataku liar menatap sekeliling. Anak kecil bermain ayunan ditemani ibunya. Gadis belia berjalan-jalan dengan kekasihnya. Orang tua menyusuri jogging track yang ada. Sementara aku, masih terdiam, sambil sesekali menggerakkan jemari diatas keypad handphone-ku.
“Kamu sudah sampai mana?”
“Sebentar lagi sampai kok.”
“Oke. Aku tunggu ya.”
Berderet-deret kalimat tertulis lewat BBM. Aku masih menatap deretan chat yang masih tersimpan sejak tiga hari yang lalu. Sesekali kuperjelas display picture yang ada.
“Cantik,” aku membatin.
Zoom in zoom out untuk memastikan, bahwa aku tidak salah memilih dia. Setelah sekian lama, aku berharap akan menemukannya, hari ini. Aku tersenyum.
Hampir setengah jam berlalu. Belum ada tanda-tanda kemunculannya.
PING!!!
Aku agak terkejut dengan getarannya. Kuputar pandanganku mengelilingi taman. Masih seperti sebelumnya.
“Udah nyampe mana nih? Kok belum kelihatan?”
Aku menunggu balasan dalam gelisah. Detak jantungku kini sudah tidak lagi mengikuti ritme seperti seharusnya. Dag dig dug! Muncul tanda “D”. Tak ada notifikasi BBM masuk. Hening.
Aku mendengus kesal. Kesabaran tengah mengujiku. “D” tak kunjung berubah menjadi “R”. Aku menatap nanar layar handphone-ku.
“Brengsek! Ternyata dia mempermainkanku,” batinku kesal.
Jarum jam tanganku melambat. Sudah hampir satu jam aku menunggunya. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda, bahkan kabarnya pun tidak ada. Kulirik chat history, “D” akhirnya berubah menjadi “R”, tetapi tidak juga ada balasan.
Aku menunduk pasrah, dan tanpa kusadari sudah ada seorang gadis duduk di ujung bangku tempatku sekarang. Aku berusaha curi-curi pandang. Dia. Ya…itu adalah dia, Helen. Kugeser posisi dudukku mendekatinya. Dia tersenyum manis.
Aku mengulurkan tangan. Kujabat tangannya. Lembut. Ini adalah pertemuan pertamaku dengannya setelah hampir sebulan berkenalan lewat Twitter. Aku masih grogi, tidak tahu harus bagaimana dan berkata apa.
“Hei…kok lama?”
“Iya. Tadi agak ragu soalnya.”
“Rumah kamu dimana sih?”
“Deket sini kok. Di sebelah masjid depan gang itu.”
“Masak sih? Berarti deketan dong. Kok aku nggak pernah liat?”
“Aku kan baru beberapa hari pindah ke sini. Biar deket dengan sekolahku.”
“Oh, gitu.”
Tanpa terasa hari pun sudah siang. Aku mengunci dan memasukkan handphone-ku ke kantong dan mengajak Helen untuk pulang. Helen sepertinya tidak keberatan. Tak lama aku sudah berada di depan sebuah sekolah, berarti rumah Helen sudah dekat. Tiba-tiba notifikasi handphone-ku berbunyi. Aku pun membukanya.
“Ini sekolahku.”
Dag dig dug! Ternyata Helen adik kelasku. Aku menoleh dan memperhatikan papan nama sekolah yang ditunjuk Helen. Dag dig dug! SLB Dharma Wanita Bagian C dan D.
0 Comments