.:. Dear Aretha [1] .:.

Dear Aretha,

Selamat merayakan senja, Kamu.

Oya, pasti kamu kaget, kan, terima surat dariku menjelang buka puasa hari ini?

Jujur aku sendiri pun sebenarnya tidak tahu hendak memulai dari mana setiap kata yang akan kutuliskan. Entah kenapa. Mungkin pikiranku terlalu penuh dengan ingatan tentang awal kenal kita. Atau … Bisa jadi karena otakku sudah jenuh, sampai-sampai kata bukan lagi sesuatu yang mudah untuk terbaca.

Aretha …

Sungguh aku terharu. Betapa kamu masih mengingat fragmen dalam kehidupanku yang pernah kuceritakan padamu. Meskipun tidak secara langsung, tapi seakan itu keluar dari mulutku masuk ke sanggurdi telingamu. Ah! Betapa pandirnya aku. Tak pernah menangkap hal kecil itu sebagai perhatianmu, sahabatku. Betapa bodohnya aku juga. Tak pernah bisa memahami bahwa hal kecil seperti itu kelak yang akan selalu mengingatkanku tentangmu.

Aretha …

Jujur aku sedih mendengar kabar tentang kesakitanmu. Tentang aku yang tak pernah bisa menjadi sandaran bagi lukamu. Tentang aku yang tak pernah bisa menjadi tongkat bagi langkahmu yang tertatih. Tapi, aku yakin kamu adalah perempuan kuat. Bahkan, lebih kuat dariku saat aku jauh dari Ibuku. Kamu bukanlah gadis kecil yang suka mengaduh saat terjatuh dari sepeda minimu yang rapuh. Kamu justru semakin gaduh, saat semua itu adalah awal bagimu untuk bisa naik sepeda lebih kencang lagi.

Aretha …

Bersyukur keadaanmu sekarang sudah mendingan. Setidaknya aku bisa tersenyum demi mendengar kabar itu. Pun aku saat ini. Ada cerita mini yang ingin kubagi. Ah! Tapi aku tidak yakin akan bisa menceritakannya padamu saat ini. Kondisimu sepertinya belum pulih benar. Aku khawatir justru ceritaku akan semakin membuatmu kepikiran. Tersebab itu, aku memilih untuk menceritakan hal-hal yang ringan saja. Tentang hobi baruku sepertinya akan membuat senyummu semakin merekah.

Kamu tahu, Aretha? Saat ini aku sedang menyukai fotografi. Memang, sih, hasil fotoku belum sehebat fotografer profesional. Tapi, setidaknya dengan foto, setiap detik kejadian bisa diabadikan. Sayangnya sampai sekarang kita belum bisa mengabadikan persahabatan kita dalam selembar foto. Entah kapan …

Aretha …

Tengoklah sejenak lewat jendela! Senjanya indah, kan? Sebentar lagi akan meredup, tapi semangat untuk lebih baik tentu tak boleh meredup. Sebelum senja benar-benar tenggelam, ada baiknya surat ini kuakhiri dengan salam. Selamat menunggu waktu berbuka, Kamu.

 

Salam hangat,

 

ARION

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *