.:. Iya, Bu! .:.

⌣·̵̭̌✽̤̥̈̊·̵̭̌⌣

Aku masih terpaku di sudut kamar memandang sebuah foto yang sudah hampir dua tahun ini menemani kesendirianku. Kesendirian yang berujung kebosanan akan hidupku dan membuahkan keyakinan hati akan sebuah arti cinta sejati. Cinta sejati yang dulu pernah singgah di hati. Setidaknya sebelum dia kembali ke kampung halamannya.

“Pokoknya tidak boleh! Lombok itu jauh, Dinda. Apa kamu sudah yakin?” tanya ibuku.

Aku hanya diam sambil mengemasi barang-barangku. Aku sudah membulatkan tekad untuk pergi ke Lombok. Ibu pun akhirnya mengijinkan dan melepasku dengan air mata.

Di ruang kedatangan bandara Selaparang telah menunggu seraut wajah lelaki dalam foto yang kusimpan di dompetku. Lelaki itu, Randy.

“Ayo masuk,” kata Randy di depan rumah.

“Iya. Terima kasih,” jawabku sambil mengikuti langkahnya ke ruang tidur.

Di ruang tidur itu hanya ada aku, Randy dan seorang perempuan paruh baya, ibu Sinta, yang tengah tergolek tak berdaya di ranjang.

“Jadi kamu benar-benar mencintai Randy?” tanya ibu Sinta terbata-bata.

“Iya, Bu!” jawabku singkat.

“Kamu juga sudah yakin mau jadi istrinya?” tanya ibu Sinta lagi.

“Iya, Bu!”jawabku lagi.

“Baiklah. Kalau memang begitu, saya setuju,” kata ibu Sinta, “sebagai istri pertama, saya mengijinkan Randy untuk menikahimu sebagai istri kedua.”

“Iya, Bu!”jawabku bahagia.

⌣»̶·̵̭̌·̵̭̌✽̤̈♡̬̩̃̊‎_m.a.z.m.o_♡̬̩̃̊‎✽̤̈·̵̭̌·̵̭̌«̶⌣

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *