“Mau sampai kapan seperti ini?’
Tak ada balasan.
“Emang apa salahku?”
Masih belum juga ada jawaban.
“Kamu sudah berubah.”
Jawaban singkat yang membuatku terdampar di pantai kebimbangan. Kuusap lembut wajahmu, tapi kau masih juga membisu, senja itu.
“Aku masih seperti yang dulu.”
“Nggak kamu terlalu sibuk sekarang.”
Jawabmu lagi dalam ketidakpastian rasaku.Sampai BBM terakhirku tanpa balas, aku masih mengusap wajahmu. Wajahmu yang terlukis indah di display picture profil BBM-mu senja itu. Kulihat kamu tersenyum disana, tapi mungkin bukan untukku. Masih banyak profil-profil lain di contact list-mu yang mungkin saat ini tengah bercumbu dengan senyummu. Yang mungkin saat ini tengah mendesah bersamamu dalam obrolan kala senja itu. Memikirkan itu seakan ada yang pecah dalam hatiku. Beruntung notif BBM-ku menyala. Dari siapa? Yang jelas bukan dari kamu. Dari seseorang yang sedang menunggu seseorang mengisi kekosongan hatinya. Apakah itu aku? Bisa jadi, karena sepertinya aku juga sudah tercerabut dari hatimu yang mulai membeku. Sanggupkah aku diam di hatimu yang membeku? Sepertinya tidak. Aku punya batas untuk berdiam disana. Setelah apa yang kaulakukan padaku. Mempertanyakan perubahan sikapku, menurutmu. Padahal sebenarnya tanpa kausadari kau yang telah menganggap aku tak berarti lagi. Aku yang selama ini selalu berusaha memberi arti pada kesendirianmu, tapi tak pernah memperoleh balasan berarti darimu. Tapi tidak apa-apa toh aku juga tak pernah mengharapkan balasan apa-apa darimu.
Satu kakiku telah terangkat sebelah dan bersiap meninggalkan ladang hatimu. Tapi kamu sepertinya juga tidak pernah berusaha menahan langkahku. Bahkan sampai ladang hatimu membeku. Meski begitu aku belum bisa melangkahkan kedua kakiku.Sebelah kakiku sepertinya masih betah untuk bertahan dalam kebekuanmu. Namun sepertinya itu juga belum ada arti apa-apa bagimu. Kamu seperti membiarkan aku terbiar setengah. Aku tidak tahu apa maksud itu semua. Apakah memang kamu sengaja mempermainkan hatiku? Ah biarlah. Yang jelas aku punya batas waktu. Kalau sampai waktunya pekerjaan tidak lagi membebat pikiranku dan kamu masih belum juga menarik kembali sebelah kakiku untuk menghangatkan kebekuan ladang hatimu, maka lebih baik aku akan melangkahkan kedua kakiku dan berlalu dari tepinya. Akan aku biarkan kedua kakiku bebas melangkah kemana saja. Dan mungkin aku akan berpindah ke ladang sebelah. Ladang yang mau memberikan kehangatan pada kedua kakiku yang setelah sekian lama kedinginan dalam bekunya hatimu. Perlahan aku yakin ketidakpastian ini akan menjadi pasti saat aku beranjak dari ladang beku hatimu.
⌣·̵̭̌✽̤̥̈̊·̵̭̌⌣
Ladang Hati, 13 April 2011
Yen suka dicopas wae terus ditweet, Mas. Halah. #opoiki. 🙂
Dari seseorang yang sedang menunggu seseorang mengisi kekosongan hatinya.
…
suka kalimat ini, mas mo ! 😀
Iyaa..tengkiyu dah mampir..
Salam kenal balik ya.. 🙂
heyy….blogger dari Mataram (juga)
salam kenal 🙂