Di sinilah aku, diam dalam petak debaran yang lebam oleh masa lalu. Membiarkan doa merambat perlahan di setiap sisi, mengajarkan tentang kehilangan.
Sengaja kuretas asa saat ada getaran tersebab ketukan. Kaukah itu? Mungkin terlalu dini, pagi menghadirkan harapan. Atau mungkin aku yang terlalu awal menamai rasa yang singgah.
Di sinilah aku, merawat rasa malu-malu dalam diri yang kadang masih dirundung pilu. Masa lalu adalah kutub selatan hatiku, sementara pilu kutub utaranya. Meskipun begitu, tetap saja setiap luka adalah bahagia.
Inginku menujumu sekarang juga, tapi kau tahu apa kata luka?
“Jangan dulu. Bisa jadi, aku akan menjelma rimbun belantara di hatimu.”
Aku menafikan semuanya sebagai bagian dari cinta. Tak semudah itu. Telah dikabarkan padaku, luka adalah cara hati memahami cinta.
Secepat itukah? Belum tentu juga. Waktu belum memberikan jawaban atas tanyaku. Kelak, jarak akan menjadi jembatan, bagi dua luka yang ingin saling menyembuhkan.
Tunggu aku di situ, aku sedang menujumu. Sampai waktu benar-benar mampu melipat jarak yang tak tentu. Saat itu, di berandamu, aku bukan lagi seorang tamu.
~ mo ~