Hai cahaya mentari…
Sedang apa kau di antara mendung kenangan?
Hendak menjelma hujankah?
Hai cahaya mentari…
Sedang apa kau di rerimbun pekat ingatan?
Hendak menjatuhkan gerimiskah?
Tidak, jawabmu.
Lalu, untuk apa kau sembunyi di mendung kelabu?
Aku tidak sembunyi, hanya menidurkan mimpi lewat duka panjang tak bertepi, katamu.
Keluarlah! Apa yang kau tutupi di balik awan pekat itu?
Tidak ada satu pun, hanya menjaga kenangan yang sedang kutidurkan, jawabmu.
Hai cahaya mentari…
Kemarilah! Kilat bibirku yang basah hendak mengucap asa untukmu
Maukah?
Tunggu dulu, aku butuh waktu, jawabmu.
Lalu, bibirku pun kelu
Bisu menjadi kawan bagi langkah perlahan berlalu, darimu
Hai cahaya mentari…
Waktuku sudah tak banyak lagi
Aku ingin membawa ingatan ini sendiri
Kau, teruslah menyinari hati — bukan milikku, tapi hati baru yang menujumu
Sementara aku, telah kutemukan tempat terdamai menidurkan kenangan
Dalam buaian senandung senja cahaya mentari lainnya — dia.
Dia yang lebih merona,
Dia yang lebih jingga,
Dan, dia yang lebih hangat,
Meleburkan kebekuan hasrat dalam jalinan janur kuning yang mengilat.
Mataram, 23 Juli 2013
#duetpuisi untuk @WangiMS
Bahasa sastra banget gan, , keren.. lanjutkan dan ane dukung .. 🙂
Makasih, Fan. 🙂
Mazmo jadian beneran ama kakak Wangi MS ya?
*lospokus
Maakkk… *pingsan*
Wkwkwkwkwk…
Eh ini puisi dalem banget ya.. Keren lagi..
*nyontek*
*hadeeh 😀
Hahaha. Nyontek kayak ujiannya aja, Mak.