Demikian disampaikan oleh Koordinator Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) PPKP Mataram, Lindrawaty Angkawijaya saat Kick Off Sektor Unggulan UKM Kuliner kemarin (6/10).

Bertempat di aula lembaga bersangkutan, kick off ditandai dengan penandatangan nota kesepakatan Rencana Kegiatan Sektor Unggulan UKM Kuliner tahun 2017-2018 oleh LPB Mataram, Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), dan KSU Cabe Rawit. Di hadapan dua puluh orang peserta dari UKM Kuliner dan Kerajinan, lebih lanjut Lindrawaty mengungkapkan sebuah fakta.

Lombok sebagai daerah wisata sudah selayaknya memiliki sektor unggulan UKM Kuliner. Selain itu, berbeda dengan sektor lain, sektor kuliner belum mempunyai bapak. Oleh karena itu, saya berusaha pedekate dengan Pak Henry dari Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA).

Upaya yang dilakukan oleh LPB Mataram pun tidak sia-sia. Setelah melalui proses panjang akhirnya LPB Mataram berhasil menggandeng YDBA untuk bersama-sama berkomitmen mengembangkan UMKM kuliner di Mataram dan sekitarnya.
YDBA yang berdiri sejak tahun 1980 ini merupakan satu dari sebelas unit CSR di bawah PT Astra yang telah berhasil mendampingi banyak UKM di Indonesia, termasuk di Mataram. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Ketua Pengurus YDBA, Henry C. Widjaja.
Kami memiliki cabang di berbagai kota yang bergerak di bidang manufacture, pertanian, kuliner, dan kerajinan sebagai sektor unggulan.

Menurut Henry yang sudah dua tahun menjabat sebagai Ketua Pengurus YDBA ini, masing-masing telah berubah dari UKM menjadi mandiri sebagai industri besar. Lebih lanjut Henry mengatakan bahwa target tahun ini Mataram harus punya sektor unggulan seperti kota lainnya. Dan, kuliner dibidik sebagai sektor unggulan.
Penetapan ini tidaklah berlebihan. Hal ini terbukti pada saat kunjungan lapangan sebelum kick off dilakukan. Salah satu UKM binaan YDBA, yaitu Katering Bu Kus terpilih sebagai UKM Mandiri Terbaik Nasional Sektor Kerajinan Tahun 2016.

Dengan pendampingan dari YDBA, katering yang bermula dari berdagang nasi rawon di jalan Udayana saat Car Free Day ini kini telah mampu menjadi UKM Mandiri. Hal ini berkat jerih payah Ibu Wagini selaku pemilik dengan pendampingan YDBA.
Untuk bisa maju harus ada kemauan. Modal uang saja tidak cukup.
Demikian disampaikan oleh pemilik katering yang pernah belajar tentang pengelolaan kuliner di Jepang dengan difasilitasi oleh YDBA. Terkait bahwa modal usaha bukan saja uang, hal ini selaras dengan pernyataan Henry yang menyatakan bahwa YDBA tidak memberikan pembinaan berupa modal. Pembinaan yang dilakukan YDBA meliputi pelatihan, produksi, pertemuan dengan pasar, pertemuan dengan lembaga keuangan, dan pendampingan sampai mandiri.

Sistem pembinaan yang diterapkan ini terbukti efektif dalam memajukan UKM menjadi mandiri. Kemandirian katering yang beralamat di jalan Batu Bolong Nomor 35 Pagutan Mataram ini terlihat dari semakin inovatifnya usaha yang dijalankan. Inovasi dilakukan berdasarkan prinsip harus terus berubah menjadi lebih baik yang ditanamkan oleh YDBA.

Salah satu inovasi yang dilakukan, selain pembuatan SOP untuk masing-masing bagian, juga dilakukan melalui labelisasi alat dan bahan yang digunakan. Penetapan standarisasi alat dan bahan juga menjadi inovasi. Salah satu inovasi yang akan dilakukan oleh katering yang melayani paket wedding dan meeting ini adalah terkait dengan ketersediaan barang. Ketersediaan barang semula dicatat secara manual. Ke depannya, Wagini akan berusaha membuat sebuah sistem otomatis yang bisa mencatat keluar dan masuknya bahan yang digunakan.

Inovasi pun terus dilakukan oleh Sarjana Hukum ini. Perempuan yang memulai usaha kateringnya dengan modal hanya Rp200.000,00 ini selalu ikut terjun langsung untuk memastikan usahanya menjalankan prinsip 5 R (Ringkes, Resik, Rawat, Rapi, Rutin) dengan baik. Tidak heran jika 9 orang karyawan tetap dan 25 orang freelancer ini bekerja sangat baik sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.

Keberhasilan ini tentu melalui proses panjang sebuah perjuangan. Dibutuhkan ketekunan dan dukungan dari pihak lain. Beruntung melalui LPB Mataram sebagai cabang, YDBA hadir sebagai ‘bapak’ bagi sektor kuliner.
Jadi, kuliner yang awalnya belum memiliki ‘bapak’ ini akhirnya bisa membuktikan diri mampu menjadi sektor unggulan.
***