#MungkinCerbung ~ Pindah! [Bagian 1]

Maryam terdiam sendiri. Pandangannya beradu dengan jingga senja yang memantul di permukaan laut. Kedua bibirnya terkatup rapat. Sesekali dia menggenggam pasir hitam yang ada di sekitarnya, lalu membuangnya ke laut, sejauh-jauhnya dia mampu.

Sesaat berlalu, Maryam masih duduk di pantai Loang Baloq itu. Dia sama sekali tidak peduli dengan orang yang lalu-lalang di sekitarnya. Pandangannya tetap kosong ke arah laut yang jauh. Kedua kakinya menjejak-jejak pasir meninggalkan bekas yang cukup dalam. Dadanya tampak mengembang dan mengempis menahan sesak.

Tanpa disadarinya, cairan bening meleleh di sudut matanya. Ini pertama kalinya. Sebelumnya dia baik-baik saja, sebelum ada seseorang yang menemuinya dua hari yang lalu.

“Kamu punya waktu sampai besok pagi. Setelah itu, pilihan ada di tanganmu sendiri,” kata Rahmat waktu itu.

“Tapi, Mat… .”

“Maaf Maryam, aku enggak bisa bantu kamu untuk saat ini. Aku udah berusaha semampuku. Tapi, sepertinya semuanya sulit.”

“Mat… Aku bisa ngerti, kok. Aku juga enggak akan maksa kamu untuk bantu aku.”

Maryam kembali tercenung. Tatapan kosong masih belum hilang dari kedua kelopak matanya yang bengkak. Bahkan, kantung di bawah matanya pun sudah mulai tampak menghitam. Dia menghela napas panjang.

Suara ombak sore itu semakin terdengar memecah pantai. Maryam masih bergeming. Dia tak memedulikan kedua kakinya yang perlahan basah oleh buih-buih yang tertinggal.

“Maryam… Ayo pulang!”

Suara itu mengagetkannya. Meskipun begitu, dia tetap bergeming. Tak dihiraukannya seorang lelaki yang sudah duduk tepat di sampingnya. Tangan kekar itu meraih jemari Maryam. Dia pun sepertinya tidak memaksa Maryam yang masih ingin tinggal. Dengan tenang, dia ikut memandang jauh ke siluet gunung Agung di kejauhan.

Matahari benar-benar tenggelam.

Maryam memutuskan pulang bersama Rahmat, lelaki yang selalu perhatian padanya. Langkah kaki mereka seiring sejalan menapak permukaan pasir. Tak lama, mereka berhasil memanjat beton pembatas pantai dan tiba di area Taman Loang Baloq. Kini mereka berdua tiba di sebuah jalan setapak berlapis beton yang mengitari kolam air berukuran besar.

Mereka terus melangkah meninggalkan area taman yang remang-remang. Di sekitar mereka sudah tidak ada lagi orang yang menikmati sunset. Juga tak ada lagi orang tua yang mengajak anaknya naik perahu bebek. Di salah satu sudut juga sudah tidak ada orang yang berjalan-jalan dengan kaki telanjang.

Di tangga turunan, Maryam berhenti sejenak. Mematung. Tatapannya tertuju pada deretan bangunan beratap terpal di sebelah timur area taman. Bangunan kecil yang bertiang bambu. Keadaan tampak semrawut. Masih ada beberapa kursi yang diletakkan begitu saja di atas meja panjang. Terpal berwarna coklat tampak menutupi perkakas yang ada. Maryam menghela napas. Kelopak matanya mulai basah.

Sementara Rahmat membiarkan keadaan tetap seperti itu. Dia tidak ingin mengganggu Maryam. Bagaimanapun juga dia telah berusaha sebaik-baiknya membantu Maryam. Tapi, dia gagal.

“Maryam… Sudahlah! Ayo kita pulang! Nanti aja kita omongin di rumah.”

“Tapi, Mat… .”

“Maryam… Kamu percaya sama aku, kan?”

“Iya, Mat. Tapi, aku masih pengin di sini. Kamu mau nemenin, kan?”

Rahmat terdiam. Dia memang tidak pernah bisa menolak permintaan Maryam. Sebab bagaimanapun juga, dia sangat mencintai Maryam. Meskipun, dia belum yakin dengan perasaan Maryam padanya. Sebab bagaimanapun juga, dia menyadari kalau Maryam adalah istri dari Samsudin, adiknya. Rahmat akhirnya menyerah dan memilih duduk di samping Maryam. Keduanya kini menatap kosong ke arah deretan lapak itu yang besok akan dipindahkan.

Sampai setengah jam, tak ada kata-kata keluar dari bibir mereka berdua. Ada hal-hal yang sepertinya tidak ingin mereka katakan. Tentang perasaan dan masa lalu mereka. Dia ingat betul, Maryam bisa membuka lapak di sini, karena ada kiriman modal dari Samsudin yang saat ini bekerja sebagai TKI di Malaysia. Dan pastinya, itu sangat berharga bagi Maryam.

… .

Kemudian tidak ada ide melanjutkan.

Silakan yang berminat menyambung. 🙂 #halah

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *