Perempuan dalam Mimpi [Episode 2]

Aku mematung. Pandanganku masih fokus pada punggungnya yang perlahan menghilang. Aku hendak keluar kafe. Tatapan mataku terpaku pada ponsel di meja. Setengah berlari, aku menyusulnya.

“Hei…!”

Perempuan itu telah lebih dulu masuk ke dalam lift. Aku gagal mengejarnya. Aku yakin dia menuju parkiran mobil.

Aku berpikir cepat, melesat mencari tangga darurat. Aku menemukannya. Akhirnya, dengan napas memburu aku tiba di depan lift.

Jantungku berdegup saat melihat mobil Jazz merah terparkir. Tak salah lagi. Itu mobil yang terakhir kali kulihat sesaat sebelum aku masuk rumah sakit.

Pintu lift terbuka. Kuperhatikan setiap orang yang keluar. Dia tidak ada di antara mereka. Jangan bilang aku salah lift, karena ini satu-satunya lift.

Aku mengumpat. Beribu pertanyaan berkecamuk. Kau tahu dia tidak akan menghilang begitu saja, kan?

Aku linglung. Menebak-nebak ke mana perginya perempuan itu. Tak lama, aku tiba di kafe itu lagi. Kata pelayan, perempuan itu tidak kembali.

Damn!

Kuputuskan turun ke area parkir. Mobil Jazz merah sudah tidak ada. Refleks, kuraih ponsel dalam saku. Kuaktifkan.

“Deg!”

Wallpaper ponselnya mengejutkanku. Fotoku dan foto perempuan itu. Iya. Perempuan dalam mimpiku. Aku membuka galeri foto dan semakin terkejut saat melihat foto-fotoku dan dia. Benar! Aku tidak saja pernah menemuinya dalam mimpi, tapi juga dalam kenyataan.

Aku pernah memeluknya di tepi pantai, bersamanya di sebuah kafe, dan menghabiskan candle light dinner romantis di halaman belakang rumahnya. Ah! Iya… Rumahnya.

Kutinggalkan area parkir. Mobilku menembus terik membelah jalanan kota. Lima belas menit berlalu, aku tiba di depan rumah bercat biru. Aku sekarang ingat semuanya setelah hampir setahun amnesia karena kecelakaan saat hendak menjenguk perempuan itu di rumah sakit.

Tapi, kalau perempuan itu mengenalku, kenapa tadi dia meninggalkanku? Ah entahlah! Aku turun dari mobil. Perasaanku agak tenang saat melihat mobil Jazz merah terparkir di garasi. Sepatuku menapak rerumputan. Kutekan bel rumah. Muncul seorang pria seusiaku yang tak asing. Dari penampilannya, sepertinya dia baru saja pulang dari bepergian.

“Chandra?”

“Rama?”

Aku dan Chandra saling bersitatap keheranan, lalu berpelukan.

“Kamu sudah sembuh, Rama?”

“Menurutmu? Apa aku terlihat sakit? Setelah sekian lama, ingatanku pulih. Meskipun belum pulih total.”

“Aku tahu, kok. Ayo masuk! Kamu pasti capek. Aku juga baru saja sampai, nih,” ajaknya sopan.

Aku mengikutinya, duduk di sofa ruang tamu. Chandra duduk di sampingku. Raut Chandra berubah. Tak seceria saat bertemu aku. Dengan mimik sedih, Chandra bicara.

“Rama… Kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku ada di sini, kan?”

“Iya,” jawabku.

“Maafkan aku.”

Aku kelu. Apa mungkin Kirana yang telah berjanji setia mengkhianatiku dengan memilih Chandra, sahabatku?

“Ceritanya panjang. Setelah hampir setahun kamu amnesia, karena aku tidak sengaja menabrakmu waktu itu, orang tua Kirana memintaku menikahinya. Dan, Kirana bersedia.”

Aku menghela napas, “Lalu, di mana Kirana sekarang? Aku tadi ketemu dia di kafe, tapi malah meninggalkanku.”

Kini, giliran Chandra yang menarik napas. Menghilangkan sesak, sepertinya.

“Kirana telah meninggal sepuluh bulan yang lalu. Sebulan setelah pernikahan kami. Kanker darah merenggut nyawanya. Itu sebabnya aku menikahinya. Demi Kirana dan kedua orang tuanya.”

Aku terdiam. Tak percaya. Ponsel yang hendak kuberikan pada Chandra terjatuh. Pecah. Semua seketika gelap saat perlahan perempuan dalam mimpiku lenyap.

***

Sambungan dari flash fiction Bang @benzbara_ berjudul “Perempuan dalam Mimpi” [Episode 1], tulisan ada di sini.

//

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *