“Aku pergi.”
Aku melangkah hendak meninggalkan rumah. Kubatalkan niat dan memilih mematung di teras tanpa menutup pintu. Tatapanku kosong ke arah langit pekat. Aku benar-benar sudah tidak tahan.
“Pergilah! Tinggalin aku kalau emang itu maumu!”
Rena sepertinya sudah tidak tahan dengan yang dihadapinya saat ini, lelaki yang tidak mau membantunya mengurus bayi.
“Aku udah bosan sama pemikiranmu, Mas! Kalau emang cinta, kenapa hanya aku aja yang kamu terima? Mending aku urus sendirian.”
Suara Rena terdengar lagi. Kali ini meninggi tanpa memedulikan lawan bicaranya. Sepertinya dia telah siap kehilangan lelaki yang dicintainya.
“Aku udah enggak tahan lagiiiii!” teriakku ke arah langit.
Setelah seminggu di sini karena rumah mewahku disita bank gara-gara proyek, aku merasakan atmosfer yang berbeda. Seminggu bersama bayi lelaki itu tidaklah mudah, karena hal baru bagiku. Terlebih ini adalah seorang bayi luar biasa. Kesabaranku mulai menipis dan hampir habis. Aku tak mungkin menyewa perawat. Usaha propertiku yang bangkrut tidak memungkinkan untuk itu. Sama halnya dengan Rena yang hanya buka warung kecil di depan rumah.
Tak terdengar lagi teriakan Rena. Pun rengekan atas ompolan maupun tangisan minta minuman atau makanan dari bayi seperti biasa kudengar, tetapi ada yang berbeda. Bayi lelaki yang kutinggalkan di ruang tamu itu tiba-tiba sudah berada di depanku.
Bayi lelaki itu merangkak mendekatiku. Dia berhenti di beberapa langkah dari tempatku berdiri. Pandangan kami beradu. Kurasakan kedua matanya seperti sebilah pedang yang mengoyak-ngoyak pikiranku dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah kulakukan.
Aku mengalihkan pandangan darinya saat melihat seorang lelaki keluar pintu rumah. Di belakangnya, Rena tergesa mengikuti. Aku mematung saat Rena dan bayi itu serempak memicingkan mata ke arahku.
“Mas Reno mau pergi juga kayak suamiku barusan? Pergilah, Mas! Pergiii! Biar aku sendiri yang mengurusnya.” Rena tergugu sambil memeluk erat tubuh kecil dan renta Ayah di usianya yang ke-105 — usia saat kembali seperti bayi.
~ mo ~
Ndak usah dibayangin biar ndak ribet, Bang. 🙂
Bayi tua malah. 🙂
Kirain si “aku” ini adalah suami Rena, ternyata….. 🙂 | Agak ribet yah ngebayangin si “bayi tua” ini…. 😀
Ternyata bayi dewasa hehehe
Hahaha. Yang penting sama-sama bayi, Bang.
Entahlah, Cha. Hahaha.
Ehehe… Begitulah. 🙂
walah…. bukan lagi bayi imut donk…. tapi bayi keriput 😀
Bayinya semacam di benjamin button gitu ya kak?
wah lebih repot lagi itu ngurusnya di banding bayi betulan 😀