Petang baru saja lenyap di cakrawala,
Rinduku anak ayam kehilangan induknya,
Mengintip dari balik jendela,
Tak tampak satu pun bayangan raga.
Petang berlalu begitu saja,
Rinduku masih juga termangu di beranda,
Menyepi dari riuh asa,
Enggan pulang maupun masuk ke ruang tersisa.
Petang akhirnya sampai di titik nadir,
Rinduku rinai hujan yang tiba-tiba hadir,
Pasrah tak kuasa melawan takdir,
Menuju hatimu hendak menumpahkan getir.
Petang menggurat senja semburat,
Rinduku pohon pisang yang perlahan sekarat,
Diam terjerembab menopang beban berkarat,
Menuju hatimu yang tanah gembur berpenghuni lumut kawat.
Petang menepi bersama rindu paling nyeri,
Rinduku tetaplah sampan di dermaga sepi,
Terombang-ambing sendiri menunggu gelombang tinggi,
Setelah itu, karam dan mati.
Petang tenggelam di lautan bergelombang,
Rinduku perlahan kembali datang,
Mungil terhantam karang menjulang,
Kembali rebah di hati yang meradang.
Petang akhirnya kembali ke petang,
Rinduku pun tak kuasa menggapai hatimu yang mercusuar menjulang,
Terdiam di batas mati pada hati meradang,
Setelah itu, kembali tenggelam.
Mataram, 20 Maret 2013 (18:40 Wita)
Tenggelam dalam rindu
Terima kasih apresiasinya. Terima kasih juga untuk kunjungannya. Salam kenal. 🙂
gambaran rindu dan pertemuannya dengan sepiny bagus banget..