Dalam diamku aku berteriak. Menggugat rasa rindu yang datang mendekat. Setiap hembusan napasku adalah rinduku padamu. Seporsi senyummu malam ini rasanya belum cukup membuat laparku berkurang. Segelas sapamupun belum mampu hapuskan dahagaku. Yang sekian lama menari di kegersangan jaman. Yang bernyanyi di tandusnya ladang penggembalaan. Kini senyummu terbias di pelupuk mataku. Terbiar sendu tanpa kumampu menghapus buliran air mata di ujung senyummu. Air mata itu menetes dan jatuh di pelupuk mataku. Membuatku tak sanggup lagi untuk sekedar menghapusnya dengan jariku.
Ah..seandainya saja senyummu bukanlah air mataku. Pastilah aku akan terus menari dan bernyanyi untukmu. Malam ini dan malam-malam seterusnya. Memikirkan semua itu hatiku merasa capek. Rasa itu begitu kuat menghujam nadiku. Membuatnya nyaris terputus dan menghabiskan asa kehidupanku.
Lelahku memujamu seperti kumemuja matahariku. Indah kutatap setiap saat, namun tak mampu kugenggam walau sesaat. Memikirkanmu adalah bagian terindah dalam hidupku, meskipun takkan pernah bisa kurasakan indahnya hidup bersamamu. Setidaknya malam ini.
Malam ini semua nyata bersamamu. Namun menjadi semu saat ragamu tak pernah bisa menyentuh rinduku. Jangankan menyentuhnya, bahkan kamu tak tahu kalau aku tengah merindu. Biarlah aku nikmati rasa rindu ini. Seperti aku menikmati senyummu malam ini. Aku titipkan rinduku di senyuman manismu. Agar suatu saat kautahu, bahwa aku merindumu saat kamu tersenyum.
Sebenarnya aku tak ingin kamu tahu bahwa aku merindumu. Karena hanya dengan begitu aku bisa memendam rinduku.