Diamlah kau di situ!
Langkah, biar aku membawanya menjauh darimu.
Mungkin seperti itu maumu.
Kelak, di suatu waktu, kau akan benar-benar melupakanku.
Pun aku.
Saat itu, ingatanku tentangmu bukan lagi manis kolak pisang buatan ibumu.
Jangan paksa aku menjauh.
Sebab semangkuk kolak pisang telah terjatuh.
Serupa itu kenanganku tentangmu.
Tandas tak menyisakan apa pun, kecuali air mata rapuh.
Berbahagialah!
Sementara tangisan, biar aku mengumpulkannya dari serpihan mangkuk yang terserak.
Seperti itu hatiku yang telah rusak.
Berkeping-keping pindah ke nampan perak.
Disajikan lagi oleh masa lalu lewat semangkuk kolak.
Manis yang sebenarnya awal kepahitan.
Nikmat yang sejujurnya awal kesengsaraan.
Sudah tahu tentang itu, lalu kau masih saja mengusir ingatan tentangku?
Tak semudah itu, Wangi.
Masa lalu akan selalu menghantui, serupa manis kolak di ujung lidah yang enggan pergi.
Tahukah kau, Wangi?
Aroma manis kolak di masa lalu adalah busuk sebuah ingatan masa kini.
Tak ingin kauhirup sekalipun, akan tetap singgah di indera penciuman.
Bahkan, kadang tanpa kau sadari, langkah membawamu untuk terus mencari.
Bukan begitu cara melupakan rasa yang telah menjelma tidak suka.
Nikmati saja dulu semuanya, hingga detik waktu membiarkan detak kenangan sirna.
Lalu, tangisan perlahan akan hilang, dalam manis semangkuk kolak pisang buatanmu sendiri, untuk kau nikmati bersama pahit luka yang perlahan pergi.
~ mo ~
#DuetPuisi untuk @WangiMS